DARI LITERASI, UNTUK BUDAYA LESTARI, BERUJUNG PRESTASI
Senin,
30 Agustus 2021
~ Oleh Administrator ~ Dilihat 1819 Kali
(oleh: Muh. Sadiq dari XII MIPA 1)
Zaman semakin dinamis mengakibatkan masuknya budaya asing yang semakin mengancam kearifan budaya di Indonesia terkhusus di tanah Mandar. Terlebih lagi kesadaran untuk melestarikan budaya dan tradisi semakin minim di kalangan anak muda. Keresahan ini membuat Khairul tak mau berdiam diri. Dia menyadari bahwa harus ada seseorang yang berani melakukan aksi. Kesadaran itupun banyak membawanya ke kegiatan kebudayaan dan ikut menelisik tradisi lewat literasi.
Sebagai seorang pelajar, kontribusi untuk ikut melestarikan kearifan lokal masih sangat terbatas. Kewajiban belajar banyak mata pelajaran di sekolah masih jadi tanggung jawab yang harus dibeban. Khairul bukanlah siswa yang sangat condong dalam bidang akademik. Hal ini berbanding lurus dengan fakta bahwa ia tidak termasuk kedalam tiga besar peringkat di kelasnya.
“Setiap orang punya kemampuan dan bakat yang berbeda-beda tergantung dari minat mereka masing-masing. Saya sendiri minatnya di aspek bahasa dan sastra. Jadi kita tidak bisa mengatakan seseorang tidak cerdas karena tidak mempunyai kemampuan di bidang tertentu” imbuhnya.
Banyak dari teman Khairul yang lebih terkenal dibandingnya karena kemampuan mereka memahami semua mata pelajaran dan berbagai prestasi yang diraihnya. Melihat dirinya tak sanggup untuk menjadi seperti orang lain dengan kepintaran yang mereka punya, Khairul pun mencoba mengenali diri sendiri. Sadar ia punya kecintaan terhadap kearifan lokal suku Mandar, Khairul mulai menggali lebih dalam tentang adat dan budaya di daerahnya. Segala daya dan upaya yang bisa ia lakukan bukan tanpa alasan, Khairul melakukannya demi tujuan untuk mencegah hilangnya harta karun terbesar yaitu berupa kebudayaan dan adat istiadat yang mati-matian diwariskan oleh generasi terdahulu kita.
“Dunia selalu punya dua sisi yang saling berlawanan arah”, mungkin itulah kalimat yang cocok untuk menggambarkan kondisi lingkungan yang dialami Khairul saat ini.
Meski ia banyak mendapat dukungan positif dari berbagai pihak seperti keluarga, sahabat, dan tentunya sekolah, Khairul menolak untuk menuutup mata. Globalisasi yang sangat cepat dan kurangnya kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya, membuat beberapa orang segenerasinya kehilangan kepedulian terhadap kearifan lokal dan akhirnya mereka hanya menjadi korban dari dampak negatif perkembangan teknologi.
Kini Khairul berada di dua posisi, seorang pelajar yang peduli terhadap kearifan lokal dan seorang pelajar yang ikut terancam perkembangan zaman. Karena tekad yang ia bangun sudah bulat, Khairul kemudian mengabdikan diri sebagai pelajar yang peduli dan ikut serta dalam melestarikan kearifan lokal.
Berabad-abad silam, budaya diwariskan melalui karya benda dan non benda. Sekarang, kebudayaan bisa kita rangkum dan rekam dalam goresan pena dan pada kenyataannya buku kemudian menjadi sumber peradaban. Ketertarikannya pada sastra dan bahasa juga turut andil kepada Khairul untuk menemukan jalan. Pada akhirnya, ia jatuh pada satu kesimpulan bahwa jalan pertama yang harus dilaluinya adalah mencari jejak budaya dan tradisi melalui literasi. Baginya, literasi itu sangat penting karena literasi mendorong untuk meningkatkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas, membuka wawasan yang lebih luas sehingga dapat membantu untuk menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat, juga melatih kepekaan dan rasa.
Membaca sudah tak lagi harus dipaksakan, Khairul tiba pada suatu keadaan dimana ia tidak menunggu adanya waktu luang untuk bisa membaca buku, melainkan ia sendiri yang meluangkan waktunya untuk membaca buku. Salah satu buku pertama yang tak akan pernah ia lupakan adalah buku yang berjudul "Jelajah Budaya Mandar", buku yang merangkum perjalanan penulisnya menemukan setiap kebudayaan yang ada di tanah Mandar. Berangkat dari sini, ia kemudian mendalami secara spesifik adat dan tradisi Mandar yang bisa ia lihat dalam kehidupan nyata.
Untuk menggali lebih dalam tentang kebudayaan di tanah Mandar, buku demi buku dilahap oleh Khairul, Kegiatan Kebudayaan berupa sosialisasi dan diskusi dengan para pemerhati budaya juga selalu ia hadiri. Inisiatif pemerintah untuk mengadakan kegiatan bertema kebudayaan tak selalu ia sia-siakan, demi ikut berperan dalam pelestarian dan pengenalan kebudayaan suku Mandar tanpa mengharap imbalan atau atensi sedikitpun.
Pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Majene, baik sebelum pandemi maupun ditengah keterbatasan saat ini, kegiatan kebudayaan berupa festival dan pameran masih terus diadakan. Ternyata dari kegiatan ini banyak membantu Khairul untuk memperjelas lagi gambaran tentang kearifan lokal suku Mandar. Dari sini juga ia melihat besarnya ancaman kebudayaan Mandar dalam peradaban yang sangat cepat sehingga ia semakin yakin dengan tekadnya untuk mencegahnya jatuh ke ambang kepunahan.
Setelah mempunyai banyak wawasan tentang kebudayaan Mandar, ia kemudian merasa punya tanggung jawab untuk menularkan semangatnya kepada orang lain supaya semakin banyak orang yang peduli dan melestarikan kebudayaan masyarakat Mandar agar tak hilang ditelan zaman. Khairul adalah seorang yang sangat aktif mengikuti berbagai lomba dan kegiatan kebudayaan yang diadakan oleh banyak pihak, baik dari pemerintah maupun dari lembaga lainnya. Hal ini dilakukannya semata-mata untuk menambah pengalamannya dalam berbagai bidang dan menjadi pemacu orang lain untuk melakukan hal yang sama serta menjadi bentuk pengabdian terhadap sekolahnya, yaitu SMA Negeri 1 Majene.
Perjuangan yang ia lakukan selama ini ternyata membuahkan hasil. Berkat ketekunan dan kegigihannya, Khairul mampu meraih prestasi dalam berbagai lomba yang ia ikuti. Mulai dari lomba pembuatan karya sastra seperti pantun berbahasa Mandar (kalindaqdaq), cerdas cermat tentang wawasan budaya dan sejarah Mandar, membaca dan membuat puisi berbahasa Mandar, hingga lomba pembuatan video dokumenter tentang tradisi pesisir Mandar yang diadakan oleh BPNB, LPMP, dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat. Secara tidak langsung, dari prestasi yang ia raih ternyata memotivasi orang lain untuk ikut melakukan hal yang sama dengannya, yaitu peduli dan ikut serta dalam melestarikan budaya dan tradisi lewat literasi.
Dari banyaknya pengalaman dan prestasi yang ia raih, Khairul tak lupa selalu menyebarkan wawasan tentang kearifan lokal di tanah Mandar disela-sela kegiatan pembelajarannya di sekolah.
Perjuangan Khairul mendapatkan sumber-sumber literasinya seperti buku, karya ilmiah, dan video dokumenter bukannya tanpa melewati banyak rintangan. Tapi malah sebaliknya, pengorabanan yang harus Khairul lakukan sangatlah menguras tenaga, waktu, materi, dan juga semangatnya untuk tetap bertahan pada pendiriannya.
Salah satu pengorbanan yang cukup melelahkan baginya ialah ia harus mencari buku-buku tua yang sudah lama terbit ditambah dengan sangat sedikitnya tempat-tempat yang memfasilitasi kegiatan literasi di daerahnya. Perpustakaan misalnya, bayangkan ia harus menempuh jarak sejauh sepuluh kilometer hanya untuk bisa duduk dengan tenang di perpustakaan paling dekat dari rumahnya. Namun, saat ini Khairul sudah punya alternatif pilihan untuk bisa membaca buku tanpa harus pergi jauh, karena Perpustakaan Nasional sudah bisa kita kunjungi melalui internet dan banyak buku yang bisa kita akses dalam bentuk digital.
Kepeduliannya terhadap kearifan lokal masyarakat Mandar membawanya menjadi orang yang sangat berwawasan, meraih banyak prestasi, dan juga bermanfaat bagi sekitarnya. Tak berhenti sampai disini, Khairul masih tetap pada pendiriannya yaitu tetap peduli dan selalu ikut melestarikan kebudayaan tempat ia lahir, yaitu tanah Mandar. Tak lupa, tekadnya untuk menularkan semangat yang sama kepada orang lain mesih tetap menggebu-gebu, karena idealismenya adalah semakin ia banyak tahu tentang sesuatu semakin besar pula tanggung jawabnya untuk menyebarkannya kepada orang lain.